Hai mentari... kau begitu cantik pagi ini. Ah, aku iri padamu. Bagaimana tidak, kau selalu bisa tersenyum kapanpun kau mau. Tanpa ada yang memintamu berhenti. Yah, aku memang tak akan seberuntung kau, mentari. Namun, setidaknya kau tak pernah bersembunyi dariku dan membiarkan aku dalam kegundahan. Terima kasih mentari.
Ah, sepertinya aku lupa lagi hari ini hari apa. Ini hari ke.... Ah, entahlah... aku sudah amat sangat lupa. Cara bertegur sapa dengan yang di luar. Ya, waktuku ku habiskan hanya berdiam dan meratapi kegagalan demi kegagalan. Iya, di ruangan ini. Di ruangan kecil yang ku sebut kamar pribadi. Untuk saat ini, dialah yang selalu bersahabat denganku. Bukan mereka yang mengaku sebagai sahabat baikku. Iya, memang, tidak semuanya seperti itu. Dan yang harus ku sadari, waktu mereka tak hanya dihabiskan denganku. Mereka punya kehidupan pribadi, mereka juga berhak hidup senang seperti yang mereka mau, tidak hanya terus-terus bersamaku. Aku tau itu.
Mentari, aku tak peduli seisi dunia menertawakanku. Mereka tak akan tau, bahwa aku lebih kuat dari yang mereka tau. Janjiku, aku akan selalu menyimpulkan senyum indah yg manis di wajahku, aku janji itu mentari. Bukan hanya untukku, melainkan untuk kalian yang peduli padaku.
Karena terlalu larut dalam menertawai keterpurukanku, aku lupa bagaimana caranya bangun. Namun, aku berusaha. Mentari, maukah kau terus menyempilkan kilau keyakinan padaku? Bantu aku bangkit dan memerangi semua yang menjatuhkanku? Aku lelah, ya, tak ada yang mengerti... aku lelah dalam kehidupan fatamorgana yang ke ciptakan terlalu dalam ini. Ah, mentari... aku lupa. Aku kan sudah janji untuk tidak meratapinya. Karena dengan demikian, aku akan terlihat kalah. Dan dunia akan menertawakanku (lagi). Iya.
-MdN-
No comments:
Post a Comment